|
Editor : Aditya Pratama

Apakah orang Islam boleh memelihara anjing? Para ulama menyatakan haram hukumnya seorang Muslim memelihara hewan anjing, kecuali dengan alasan yang kuat sesuai syariat.

Dilansir Konsultasisyariah.com, Ustadz Ammi Nur Baits ST BA menerangkan dalil Muslim dilarang memelihara anjing yakni riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا، فَإِنَّهُ يَنْقُصُ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطٌ، إِلَّا كَلْبَ حَرْثٍ أَوْ مَاشِيَةٍ

“Siapa yang memelihara anjing, maka pahalanya akan berkurang setiap hari sebanyak 1 qiroth, kecuali anjing penjaga kebun atau penjaga binatang ternak.” (HR Bukhari)

Dalam hadits lain, masih dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ صَيْدٍ وَلا مَاشِيَةٍ وَلا أَرْضٍ فَإِنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِهِ قِيرَاطَانِ كُلَّ يَوْمٍ

Follow Berita Mapbussidterbaru di Google News

Ikuti terus berita terhangat dari Mapbussidterbaru.com via Whatsapp

“Barang siapa memelihara anjing selain anjing untuk berburu, menjaga ternak dan tanaman, maka pahalanya akan berkurang 2 qiroth setiap harinya.” (HR Muslim)

Dua hadits ini adalah dalil haramnya memelihara anjing kecuali untuk tujuan yang dikecualikan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam tersebut, yakni untuk menjaga: (1) Kebun/sawah, (2) binatang ternak, (3) berburu. (Lihat Al Istizdkar, Ibnu Abdil Bar, 27/192)

Adapun selain untuk tiga tujuan itu, maka memelihara anjing hukumnya haram. Dapat disimpulkan haram karena memelihara anjing yang bukan untuk tiga tujuan di atas, dalam Islam tergolong dosa besar.

Bisa disimpulkan tergolong dosa besar karena adanya ancaman mengerikan yang tersebut dalam hadits tersebut, yaitu akan berkurang 1 atau 2 qiroth pahala. 

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fathul Bari oleh Imam Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah:

ما قرن به في الشرع حدّ أو لعن أو وعيد

“Dosa besar adalah dosa yang dijelaskan oleh syariat hukuman di dunia (had), ungkapan laknat atau ancaman.” (Fathul Bari, 12/184, Darul Ma’fah)