Penulis : Aditya Pratama
|
Editor : Rita Ayuningtyas

hukumnya berangkat haji secara ilegal. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menerapkan sebuah aturan agar seseorang diizinkan berhaji. Siapa saja yang akan berhaji harus memiliki syarat tasreh.

Sayangnya, aturan berangkat haji tersebut terkadang dilanggar. Dampaknya, Kota Makkah dan Masjidil Haram jadi penuh sesak jamaah, di antaranya akibat pelanggaran ini.

“Ada fatwa ulama Saudi Arabia yang kami temukan tentang masalah tasreh ini. Fatwa pertama adalah dari Syekh Dr ‘Abdul Karim Al Khudair hafizhohullah. Beliau adalah salah satu pengajar di Fakultas Ushulud-din Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud Al Islamiyah di Riyadh. Beliau pun menjadi anggota Hai’ah Kibaril ‘Ulama dan Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’,” ungkap Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal M.Sc, dikutip dari Rumaysho.com, Sabtu (11/5/2024).

Syekh Dr ‘Abdul Karim Al Khudair hafizhohullah ditanya:

ما حكم من يَحُجُّونَ بدُونِ تصريح، وبعضُهُم يلبسُ المخيط بعد المِيقات حتَّى لا يُمنع؟

“Apa hukum seseorang berangkat haji tanpa tasreh? Mereka yang berangkat haji tanpa tasreh ini sengaja menggunakan pakaian ihram setelah miqot sehingga mereka pun tidak dicegat (oleh aparat).”

Follow Berita Mapbussidterbaru di Google News

Ikuti terus berita terhangat dari Mapbussidterbaru.com via Whatsapp

أوَّلاً التَّصريح هذا التَّحديد بِخمس سنوات مَبْنِيّ على فتوى من أهلِ العِلم، ومُخالَفَتُهُ لا شكَّ أنَّها مُخالفة لولِيِّ الأمر الذِّي لُوحِظَ فيهِ المَصْلَحَة، ولُوحِظَ فيهِ أيضاً البِناء على قولِ أهلِ العلم، فلا ينبغي مُخالفة هذا الأمر؛ لكنْ إنْ رَأى الشَّخص أنْ يَحُجّ امتِثالاً لِما وَرَدَ من الأحاديث الكثيرة في التَّرغيبِ في الحج، ولمْ يَتَرَتَّب على ذلك لا كَذِب، ولا رِشْوَة ولا احتِيَال ولا ارْتِكابِ محظُور، فَيُرْجَى؛ أمَّا إذا أدَّى ذلك إلى الكذب أو رِشْوَة، أو تَحَايُل، أو ارْتِكاب مَحْظُور كما يُفْعَل الآن، بَعْضُهُم يَرْتَكِب مَحْظُور ويدخُل ويَتَجَاوز المِيقات بِثَِيَابِهِ، هذا كُلُّهُ لا يَجُوز، ولا يُسَوِّغ لهُ ذلك.

“Pertama, tasreh ini adalah aturan yang ditetapkan setiap lima tahun sekali (artinya setiap lima tahun sekali izin tasreh ini keluar baru ia dibolehkan untuk berhaji, pen). Ini telah menjadi fatwa para ulama (saat ini). Dan tidak diragukan lagi, orang yang berangkat haji tanpa tasreh sangat jelas telah menyelisihi aturan penguasa yang ada. Apalagi penetapan adanya syarat tasreh ini ada maslahat yang besar. Bahkan dalam hal ini dibangun di atas fatwa para ulama. Sehingga, tidak pantas seorang pun menyelisihi syarat tasreh ini.”

“Akan tetapi jika seseorang ingin menjalankan haji dalam rangka menjalankan perintah Allah karena melihat hadits-hadits yang banyak yang memotivasi hal ini, lalu ia tidak berbuat dusta (dengan menyelisihi aturan, pen), tidak menyogok, tidak mengelabui dan tidak melakukan yang terlarang, maka hendaklah ia melaksanakan haji. Namun jika ia malah melakukan haji dengan melakukan dusta, mengelabui (petugas yang ada), atau melakukan pelanggaran seperti yang dilakukan sekarang, yaitu sebagian orang bersengaja melakukan larangan dengan memasuki miqot untuk berhaji tanpa mengenakan pakaian ihram, ini tentunya tidak boleh. Sama sekali hal ini tidak dibolehkan.”

“Setelah melakukan searching lagi, kami pun mendapat beberapa kalam ulama kibar lainnya tentang tidak bolehnya berhaji tanpa tasreh,” papar Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal. 

Al Mufti Al ‘Amm, Syekh ‘Abdul ‘Aziz Alu Syekh hafizhohullah berkata, “Sesungguhnya penguasa tidaklah menetapkan syarat berangkat haji harus dengan tasreh dengan sia-sia belaka. Keputusan seperti ini bisa ada karena sebagian orang mengadukan kepada penguasa bahwa terlalu sesaknya orang-orang saat haji. Oleh karena itu, mereka keluarkan syarat tasreh yaitu untuk memberikan kemudahan bagi orang-orang yang berhaji (agar tempat haji tidak penuh sesak).”

Syekh ‘Abdullah bin Sulaiman Al Manii’ hafizhohullah, anggota Hay’ah Kibaril ‘Ulama berkata, “Barang siapa berhaji tanpa tasreh, maka ia berhaji dengan maksiat dan dosa. Mengenai kadar dosanya adalah perhitungan di sisi Allah. Namun, orang yang berhaji dengan tasreh seperti ini, hajinya sah, akan tetapi ia bedosa. Jika Allah kehendaki, Allah akan menghukumnya. Jika tidak, Allah akan maafkan dia. Hal ini sama halnya dengan orang yang berhaji tanpa mahram.”

Syekh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah, anggota Hay’ah Kibaril ‘Ulama, menyatakan tentang berhaji tanpa tasreh, “Tidak boleh seseorang berhaji dengan menyelisi aturan (yaitu berangkat haji tanpa adanya tashrih, pen).”

Syekh Sulaiman Al Majid mengatakan, “Asalnya seseorang wajib memenuhi syarat tasreh. Karena ini adalah bagian dari aturan yang wajib ditaati. Inilah aturan yang harus diperhatikan oleh orang yang berhaji. Aturan ini masuk dalam aturan siyasah yang dibenarkan.”

Syekh Yusuf bin ‘Abdillah Asy-Syubaili, guru besar fikih di Ma’had Al ‘Ali Lil Qodho’ berkata, “Barang siapa yang tidak mampu mendapatkan syarat tasreh untuk berhaji, maka afdholnya ia tidak berhaji dalam rangka menaati penguasa dan memberikan kelonggaran (kemudahan) untuk berhaji bagi kaum Muslimin lainnya. Cobalah ia gunakan hartanya yang ada untuk bersedekah, menolong orang-orang yang tidak berhaji supaya dapat berhaji. Jika ia melakukan demikian, ia akan mendapatkan pahala semisal itu pula (semisal pahala haji). Karena dalam hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa menolong orang yang berperang (berjihad), maka ia pun terhitung berjihad.”